Masjid Raya Baiturrahman adalah sebuah masjid Kesultanan Aceh yang dibangun oleh Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam pada tahun 1022 H/1612 M.
Bangunan indah dan megah yang mirip dengan Taj Mahal di India ini terletak tepat di jantung
Kota Banda Aceh dan menjadi titik pusat dari segala
kegiatan di Aceh Darussalam.
Sewaktu Kerajaan Belanda menyerang Kesultanan Aceh pada agresi tentara Belanda kedua pada
Bulan Shafar 1290 Hijriah/10
April 1873 Masehi,
Masjid Raya Baiturrahman dibakar. Kemudian, pada tahun 1877 Belanda membangun
kembali Masjid Raya Baiturrahman untuk menarik perhatian serta meredam
kemarahan Bangsa Aceh. Pada saat itu Kesultanan Aceh masih berada di bawah
pemerintahan Sultan Muhammad Daud Syah Johan Berdaulat yang merupakan Sultan Aceh yang terakhir.
Sebagai tempat bersejarah yang
memiliki nilai seni tinggi, Masjid Raya Baiturrahman menjadi objek wisata
religi yang mampu membuat setiap wisatawan yang datang berdecak kagum akan
sejarah dan keindahan arsitekturnya, di mana Masjid Raya Baiturrahman termasuk
salah satu Masjid terindah di Indonesia yang memiliki arsitektur yang memukau,
ukiran yang menarik, halaman yang luas dengan kolam pancuran air bergaya Kesultanan Turki Utsmani dan akan sangat terasa sejuk apabila
berada di dalam Masjid in
Pada masa Kesultanan Aceh
Darussalam, Selain Masjidil Haram di kota suci Makkah,
Masjid Raya Baiturrahman ini juga menjadi salah satu pusat pembelajaran agama Islam yang
dikunjungi oleh orang-orang yang ingin mempelajari Islam dari seluruh penjuru
dunia.
Pada tanggal 26 Maret 1873
Kerajaan Belanda menyatakan perang kepada Kesultanan Aceh, mereka mulai
melepaskan tembakan meriam ke daratan Aceh dari kapal perang Citadel Van
Antwerpen. Pada 5 April 1873, Belanda mendarat di Pante Ceureumen di bawah
pimpinan Johan
Harmen Rudolf Köhler, dan langsung bisa menguasai Masjid Raya Baiturrahman. Köhler
saat itu membawa 3.198 tentara. Sebanyak 168 di antaranya para perwira. Namun
peperangan pertama ini dimenangkan oleh pihak Kesultanan Aceh, di mana dalam
peristiwa tersebut tewasnya Jenderal Johan
Harmen Rudolf Köhler yang
merupakan Jendral besar Belanda akibat ditembak dengan menggunakan senapan oleh
seorang pasukan perang Kesultanan Aceh yang kemudian diabadikan tempat
tertembaknya pada sebuah monumen kecil dibawah Pohon Kelumpang yang berada di
dekat pintu masuk sebelah utara Masjid Raya Baiturrahman.
Sebagai markas perang dan
benteng pertahanan rakyat Aceh, Pada saat itu, Masjid Raya Baiturrahman
digunakan sebagai tempat bagi seluruh pasukan perang Kesultanan Aceh berkumpul
untuk menyusun strategi dan taktik perang. Sejarah mencatat bahwa
pahlawan-pahlawan nasional Aceh seperti Teuku Umar dan Cut Nyak Dhien turut serta mengambil andil dalam
mempertahankan Masjid Raya Baiturrahman.
Masjid Raya Baiturrahman
terbakar habis pada agresi tentara Belanda kedua pada tanggal 10 April bulan
Shafar 1290H/April 1873 M yang dipimpin oleh Jendral van Swieten. Tindakan
Belanda yang membakar Masjid Raya Baiturrahman yang merupakan masjid kebanggaan
milik Kesultanan Aceh Darussalam inilah yang membuat rakyat Aceh murka sehingga
melakukan perlawanan yang semakin hebat untuk mengusir Belanda dari Kesultanan
Aceh. Pembakaran Masjid Raya Baiturrahman yang dilakukan oleh pihak Belanda ini
membuat salah seorang putri terbaik Aceh, Cut Nyak Dhien sangat marah dan
berteriak dengan lantang tepat di depan Masjid Raya Baiturrahman yang sedang
terbakar sambil membangkitkan semangat Jihad Fillsabilillah Bangsa Aceh.
“Wahai sekalian mukmin yang
bernama orang Aceh! Lihatlah! Saksikan sendiri dengan matamu! Masjid kita
dibakarnya! Mereka menentang Allah Subhanahuwataala!
Tempatmu beribadah dibinasakannya! Nama Allah dicemarkannya! Camkanlah itu!
Janganlah kita melupakan budi si kafir yang serupa itu! Masih adakah orang Aceh
yang suka mengampuni dosa si kafir yang serupa itu? Masih adakah orang Aceh
yang suka menjadi budak kafir Belanda?” (Szekely Lulofs, 1951:59).
Empat tahun setelah Masjid Raya
Baiturrahman itu terbakar, pada pertengahan shafar 1294 H/Maret 1877 M, dengan
mengulangi janji jenderal Van Sweiten dan sebagai permintaan maaf juga untuk
meredam kemarahan rakyat Aceh maka Gubernur Jenderal Van Lansberge menyatakan akan
membangun kembali Masjid Raya Baiturrahman yang telah terbakar itu
Pernyataan ini diumumkan setelah diadakan permusyawaratan dengan
kepala-kepala negeri disekitar Kota Banda Aceh. Di mana disimpulkan bahwa
pengaruh Masjid sangat besar kesannya bagi rakyat Aceh yang 100% beragama Islam. Janji tersebut dilaksanakan oleh Jenderal
Mayor Jenderal Karel Van Der Heijden selaku gubernur militer Aceh pada waktu
itu dan tepat pada hari Kamis 13 Syawal 1296 H/9 Oktober 1879 M, diletakan batu
pertamanya yang diwakili oleh Tengku Qadhi Malikul Adil.
Masjid Raya Baiturrahman ini selesai dibangun kembali pada tahun
1299 H dengan hanya memiliki satu kubah. Pada tahun 1935 M, Masjid Raya
Baiturrahman diperluas bagian kanan dan kirinya dengan tambahan dua kubah.
Perluasan ini dikerjakan oleh Jawatan Pekerjaan Umum (B.O.W) dengan biaya
sebanyak F. 35.000,- (tiga puluh lima ribu gulden) dengan pimpinan proyek Ir.
M. Thahir dan selesai dikerjakan pada akhir tahun 1936 M.
Usaha perluasan dilanjutkan oleh sebuah panitia bersama yaitu
Panitia Perluasan Masjid Raya Kutaraja. Dengan keputusan menteri tanggal 31
Oktober 1975 disetujui pula perluasannya yang kedua dan pelaksanaannya
diserahkan pada pemborong NV. Zein dari Jakarta. Perluasan ini bertambah dua
kubah lagi dan dua buah menara sebelah utara dan selatan. Dengan perluasan
kedua ini Masjid Raya Baiturrahman mempunyai lima kubah dan selesai dekerjakan
dalam tahun 1967 M.
Rakyat Aceh berkumpul di pelataran Masjid Raya
Baiturrahman
Dalam rangka menyambut Musabaqah Tilawatil
Qur’an Tingkat Nasional
ke-XII pada tanggal 7 s/d 14 Juni 1981 di Banda Aceh, Masjid Raya Baiturrahman diperindah dengan peralatan,
pemasangan klinkers di atas jalan-jalan dalam pekarangannya. Perbaikan dan
penambahan tempat wudu dari porselin dan pemasangan pintu krawang, lampu
chandelier, tulisan kaligrafi ayat-ayat Al-Qur’an dari bahan kuningan, bagian
kubah serta instalasi air mancur di dalam kolam halaman depan.
Pada tahun 1991-1993, Masjid Raya Baiturrahman melaksanakan
perluasan kembali yang disponsori oleh Gubernur Dr. Ibrahim Hasan, yang
meliputi halaman depan dan belakang serta masjidnya itu sendiri. Bagian masjid
yang diperluas, meliputi bagian lantai masjid tempat Shalat, perpustakaan,
ruang tamu, ruang perkantoran, aula dan tempat wudu. Sedangkan perluasan
halaman meliputi, taman dan tempat parkir serta satu buah menara utama dan dua
buah minaret. Sehingga luas ruangan dalam Masjid menjadi 4.760 m2 berlantai
marmer buatan Italia, jenis secara dengan ukuran 60 × 120 cm dan dapat
menampug 9.000 jamaah
Dengan perluasan tersebut,
Masjid Raya Baiturrahman sekarang memiliki 7 kubah, 4 menara, dan 1 menara
induk. Dari masa ke masa masjid ini telah berkembang pesat baik ditinjau dari
segi arsitektur maupun kegiatan kemasyarakatan. Sesuai dengan perkembangan,
luas area Masjid Raya Baiturrahman ± 4 Ha, di dalamnya terdapat sebuah kolam,
menara induk dan bagian halaman lainya ditumbuhi rumput yang ditata dengan rapi
dan indah diselingi tanaman/pohon hias.
Saat bencana tsunami meluluh
lantakan Tanah Rencong Aceh pada tanggal 26 Desember 2004 lalu, Masjid Raya Baiturrahman
masih tetap berdiri dengan megahnya, ombak tsunami yang mulai membasahi Bumi
Aceh sungguh tak mampu menghancurkan rumah Allah ini. Pada saat itu Masjid Raya
Baiturrahman menjadi tempat bagi rakyat Aceh berlindung juga sebagai tempat
evakuasi jenazah para korban tsunami yang bergelimpangan.
kabar baik di tahun 2015 kembali membuat rakyat aceh bahagia,betapa tidak pembangunan mesjid ini terus di perindah dengan di bangunnya 7 payung besar di halaman serta dilengkapi fasilitas-fasilitas penunjang lainya seperti parkir bawah tanah,tempat wudhuk,proyek pembngunan ini di prediksi selesai di tahun 2017.bagi masyarakat indonesia khususnya yang ingin merasakan betapa asri dan indahnya mesjid nabawi kota madinah tak perlu pergi jauh ke arab saudi cukup berkunjung ke mesjid raya banda aceh nantinya
Setelah
melewati berbagai peristiwa-peristiwa bersejarah, sampai saat ini Masjid Raya
Baiturrahman masih tetap berdiri kokoh sebagai simbol agama, budaya, semangat,
kekuatan, perjuangan dan nasionalisme Suku Acehproses pembuatan payung dan parkir bawah tanah mesjid raya baiturrahman banda aceh |
wikiliks..
0 comments:
Post a Comment